EVALUASI PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI WILAYAH GADING FAJAR KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR

            Gading Fajar sebenarnya bukan tempat untuk berdagang karena berkaitan tidak ada pasal yang menyebutkan bahwa seseorang dapat berdagang di wilayah Jalan yang menyebabkan sampah dan kemacetan. Namun kawasan strategis Gading Fajar yang lalu lintas nya padat dari Masyarakat membuat para PKL tidak peduli dengan aturan dan memilih pindah ke daerah Gading Fajar. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima telah menetapkan kebijakan relokasi PKL, tetapi belum ada tingkat keberhasilan yang ditunjukkan. Relokasi PKL dilakukan untuk meningkatkan keindahan tata ruang Kota dan memungkinkan pembangunan berjalan dengan lancar di wilayah perkotaan.

            Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2022 menetapkan posisi, struktur organisasi, fungsi, dan tata kerja Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Sidoarjo. Perangkat ini bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas pemerintah bagi koperasi, usaha mikro, kecil, dan ringan. Menurut Pasal 14 dan 15, Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2022 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi, serta Tata Kerja Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Sidoarjo, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro (Diskopum) Kabupaten Sidoarjo memiliki tugas penting untuk mengatur dan mendorong Usaha Mikro dan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima dan Peraturan Bupati (Perbup) Sidoarjo Nomor 84 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, Diskopal Sidoarjo menjalankan fungsinya terkait PKL.     

Diskopum Sidoarjo telah melakukan berbagai upaya untuk menata dan memberdayakan PKL di wilayahnya, antara lain:

1)  Melakukan penertiban PKL yang berjualan di lokasi terlarang atau yang tidak sesuai dengan ketentuan.

2)  Menyediakan lokasi khusus bagi PKL untuk berjualan, seperti di pasar rakyat, sentra PKL, atau kawasan wisata.

3)  Memberikan bantuan modal usaha kepada PKL melalui program-program seperti Kredit Usaha Mikro (KUR) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) UMKM.

4)  Memberikan pelatihan dan pendampingan kepada PKL tentang berbagai hal, seperti manajemen keuangan, pemasaran, dan pengemasan produk.

5)   Memfasilitasi PKL dalam memasarkan produknya melalui berbagai platform, seperti pameran, online marketplace, dan kerjasama dengan ritel modern.

            Tujuan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Sidoarjo 2021–2026 adalah untuk memberikan gambaran strategis tentang arah program kerja, rencana kerja dalam rangka regulasi, dan kerangka anggaran yang bersifat indikatif dalam kurun waktu 5 (lima) tahun, yaitu:

  1. Untuk lima tahun ke depan, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Sidoarjo akan menerima pedoman pembangunan.
  2. Membantu Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Sidoarjo mencapai tujuan dan targetnya sesuai dengan tujuan dan target RPJMD pemerintah Kabupaten Sidoarjo.
  3. Membantu menyesuaikan tujuan, sasaran, program, dan kegiatan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Sidoarjo dengan tujuan, strategi, kebijakan, dan pencapaian program RPJMD.
  4. Untuk membantu dalam penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran tahunan seperti Renja/RKT, RKA, dan DPA-OPD Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Sidoarjo.

            Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) adalah metode yang dapat digunakan untuk menentukan strategi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Sidoarjo Tahun 2021-2026. Metode ini melibatkan analisis dan identifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (tantangan dan ancaman). Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, dapat dilakukan analisis lebih mendalam untuk menentukan, mengambil, dan menerapkan strategi yang sesuai. Berikut adalah identifikasi faktor internal dan eksternal:

            Dinas Koperasi dan Usaha Mikro menggunakan berbagai strategi untuk mencapai tujuan OPD. Ini termasuk meningkatkan permodalan dan daya saing usaha mikro melalui pengembangan desiminasi, penggunaan teknologi informasi, dan peningkatan kualitas SDM; meningkatkan proporsi koperasi sehat melalui pembinaan usaha dan penataan kelembagaan; dan meningkatkan proporsi koperasi sehat.

            Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Sidoarjo tahun 2021-2024 bertujuan untuk mengevaluasi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan hingga akhir tahun 2026. Rencana Kerja ini bertujuan untuk menilai dan menyelaraskan hasil kerja Dinas Koperasi dan Usaha Mikro agar dapat mencapai sasaran dan target program serta kegiatan yang telah direncanakan. Renja ini juga menjadi dasar dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Sidoarjo.

            Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Sidoarjo adalah OPD pemerintahan Kabupaten Sidoarjo. Satuan Satpol PP Kabupaten Sidoarjo dipimpin oleh seorang Kepala Satuan, yang bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah dan bertanggung jawab untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat. Tugas OPD ini adalah membantu Bupati dalam menjalankan urusan pemerintahan daerah yang mencakup keamanan, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat.

            Rencana Strategis Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sidoarjo tahun 2021–2026 menetapkan garis besar kebijakan dan prosedur pelaksanaan pembangunan di bidang kePamong Praja. Rencana ini berfokus pada hasil yang ingin dicapai selama periode 2021–2026 dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi lokal untuk memastikan kelangsungan pembangunan. Rencana Strategis membantu Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sidoarjo menjalankan tugas dan kewenangan pemerintah. Ini memungkinkan untuk mengevaluasi keberhasilan atau kegagalan rencana.    

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sidoarjo 2021–2025, yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2021–2025, menjadi fokus penyusunan rencana strategis ini. Saat menyusun Rencana Strategis Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa Timur, juga diperhatikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksana. Selain itu, kebijakan pembangunan yang digariskan dalam Rencana Strategis ini juga dipertimbangkan.          

Analisis Visi Misi Kabupaten Sidoarjo, Renstra SatPol PP Provinsi Jawa Timur, Telaah Rencana Tata Ruang Wilayah, dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis telah membuktikan bahwa masalah strategis harus diprioritaskan dan ditangani dengan serius dalam program dan kegiatan dan sub kegiatan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sidoarjo. Oleh karena itu, tujuan Renstra OPD adalah "Terwujudnya Keselamatan dan Keamanan", yang ditunjukkan dengan indikator Indeks Rasa Aman untuk menetapkan masalah strategis yang berbasis pada:

            Analisis di atas membawa kita pada kesimpulan bahwa beberapa masalah strategis yang berkaitan dengan tugas dan fungsi utama Satuan Polisi Pamong Praja harus diselesaikan segera. Beberapa masalah ini antara lain:

1)     Hasil survei kepuasan pelanggan terhadap layanan keamanan dan ketertiban, dengan indeks rasa aman 5 atau 5 bintang, dipertahankan dan ditingkatkan.

2)     Karena masyarakat tidak sadar hukum, hukum belum dianggap sepenuhnya sebagai pengatur keamanan dan ketertiban. Akibatnya, banyak pelanggaran undang-undang daerah yang mengatur pajak, retribusi, tata ruang, lingkungan, dan ketentraman umum.

3)     Keterbatasan jumlah dan kualitas SDM Pol PP, serta keterbatasan kompetensi mereka. Ada 228 PNS dan Non PNS, sebanyak 89% memiliki pendidikan SLTA, dan baru sekitar 35% menyelesaikan Diklatsar Pol PP.

4)     Masalah yang dihadapi oleh PKL termasuk tanggung jawab pemerintah atas penataan kota, kebutuhan masyarakat kecil akan pekerjaan, dan munculnya kafe liar yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi penduduk sekitar.

5)     Ketika orang miskin masuk ke kota untuk mencari pekerjaan, mereka membangun bisnis atau rumah di bantaran sungai, jalan raya, rel, dan tanah kosong yang tidak dimiliki oleh pemilik

6)     Demo atau bentuk provikasi lainnya, sebagai akibat dari masalah ketenagakerjaan yang tidak kunjung usai, menyebabkan ketidakpuasan perusahaan, yang pada akhirnya akan mengganggu masyarakat.

7)     Pengelolaan iklan dengan memasang iklan di papan reklame yang melanggar aturan dan mengganggu estetika kota.

8)     Sulit untuk menggabungkan program dan kegiatan SKPD untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi pelanggar Perda, seperti menangani PKL, menertibkan bangunan liar, menangani masalah anjal di pinggir jalan, dan masalah lainnya.

Tingkat kemiskinan dan pengangguran di Kabupaten Sidoarjo akan meningkat jika tindakan hukum diambil terhadap seseorang atau badan usaha yang melanggar ketentuan Perda tanpa mempertimbangkan apakah ada pekerja yang bekerja di tempat tersebut.

            Problem strategis di atas menunjukkan bahwa tugas dan fungsi Satuan Polisi Pamong Praja akan semakin sulit dan berat di masa depan untuk menjamin pelaksanaan pembangunan dengan sukses di Kabupaten Sidoarjo. Akibatnya, perubahan berikut perlu dilakukan:

a.      Perubahan Internal

1)     Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia Satuan Polisi Pamong Praja dengan mengambil bagian atau mengikuti kegiatan bimbingan teknis seperti diklat PPNS, pendidikan dasar PPNS, kesamaptaan, sosialisasi peraturan perundang-undangan, dan lainnya.

2)     Meningkatkan kapasitas dan kemampuan aparat Satpol PP dengan menekankan pemahaman tugas pokok dan fungsi setiap komponen, kegiatan pembinaan internal untuk meningkatkan etos kerja, dan pengembangan dan pelaksanaan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pelaksanaan tugas pelayanan.

3)     Setiap tahun, mengoptimalkan penggunaan anggaran dengan mengutamakan kegiatan pelayanan publik, mengembangkan inisiatif baru, dan menumbuhkan citra positif Satpol PP di masyarakat.

4)     Mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana yang ada secara bertahap dan memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan operasional.

b.      Perubahan Eksternal

1)     Sosialisasi dan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang peraturan daerah dan perundang-undangan yang berlaku.

2)     Meningkatkan kemampuan personel POL PP di kabupaten dan kecamatan dengan memasukkan mereka ke dalam program pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia.

3)     Berkolaborasi secara intensif untuk mensinergikan program dan kegiatan/subkegiatan dengan OPD terkait untuk menemukan solusi terbaik untuk masalah masyarakat.

4)     Dengan mengadopsi konsep SIDOARJO TERSENYUM (Tertib Semarak Aman Untuk Masyarakat), diharapkan Satpol PP dan Satlinmas dapat bekerja sama untuk menjaga ketertiban umum, ketenteraman, dan perlindungan masyarakat.

5)     Penanganan usaha mikro dan PKL harus menjadi prioritas pembangunan Kabupaten Sidoarjo melalui kebijakan penataan dan pembinaan, bukan hanya penertiban berulang.

 

            Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang disebutkan di atas, Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sidoarjo membuat Rencana Strategis (Renstra) tahun 2021–2026. Menurut Renstra ini, OPD akan bertanggung jawab atas perumusan kebijakan, pengawasan dan evaluasi di bidang keteknisan. Setiap komponen Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sidoarjo memiliki tugas dan fungsi yang jelas untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut.

            Perumusan program, kegiatan, atau subkegiatan diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran Rencana Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sidoarjo Tahun 2024. Perumusan ini didasarkan pada sejumlah faktor, termasuk:

1)     Ketersediaan data dan informasi tentang Ketenteraman dan Ketertiban Umum yang diperlukan untuk membuat kebijakan perencanaan pembangunan.

2)     Pembangunan harus sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan dalam RPJMD Kabupaten Sidoarjo 2021–2026 dan hasil tinjauan Rencana Strategis Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sidoarjo Tahun 2024.

3)     Menjalankan anggaran kinerja untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program, kegiatan, dan subkegiatan.

            Secara keseluruhan, berikut adalah ringkasan program, kegiatan, dan subkegiatan Rencana Kerja (Renja) Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sidoarjo Tahun 2024:

1)     Tujuan dari Rencana Kerja (Renja) Satuan Polisi Pamong Praja Tahun 2024 adalah untuk melaksanakan tugas dan fungsi Perangkat Daerah dengan tujuan meningkatkan kualitas dan kemudahan pelayanan di Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sidoarjo.

2)     Pada tahun 2024, Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sidoarjo akan menerapkan dua program.

3)     Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sidoarjo akan melaksanakan sepuluh program pada tahun 2024.

4)     Program dan kegiatan Renja Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sidoarjo Tahun 2024 dilengkapi dengan indikator kegiatan dan sumber pendanaan, dan didanai dari APBD Kabupaten Sidoarjo.

Nama OPD : Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sidoarjo 

            Pedagang kaki lima (PKL) adalah bagian tak terpisahkan dari pemandangan perkotaan di Indonesia. Pedagang kaki lima biasanya beroperasi di pinggir jalan, trotoar, atau tempat-tempat umum lainnya seperti pasar tradisional, terminal, atau kawasan perkantoran yang ramai. PKL di Gading Fajar beroperasi di sepanjang jalan-jalan utama di lingkungan perumahan tersebut, terutama di sekitar kawasan pusat perbelanjaan, sekolah, atau kawasan perumahan padat penduduk. Mereka juga mungkin dapat ditemukan di sekitar area tempat ibadah atau fasilitas umum lainnya yang ramai dikunjungi.

            Pengunjung PKL Gading Fajar adalah kelompok masyarakat yang beragam dengan berbagai kebutuhan dan preferensi. Pedagang kaki lima di Gading Fajar perlu memahami kebutuhan dan preferensi pengunjungnya agar dapat memberikan layanan yang terbaik. Keresahan pengunjung terhadap PKL di Gading Fajar, Kabupaten Sidoarjo perlu diatasi dengan solusi yang tepat dan berkelanjutan. Dengan kerjasama dari semua pihak, PKL dapat menjadi bagian dari lingkungan yang tertata, bersih, aman, dan nyaman bagi semua orang.

            Penelitian ini menyelidiki kebijakan dan pemberdayaan PKL di Gading Fajar, Kabupaten Sidoarjo. Dengan menggunakan teori evaluasi yang dikembangkan oleh William N. Dunn, ada enam (enam) standar yang digunakan untuk mengevaluasi kebijakan: efektifitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas, dan ketepatan. Hasil penelitian dibahas sebagai berikut:

1.1.1        Efektivitas

            Efektivitas program penataan PKL merupakan sejauh mana program tersebut mencapai tujuannya dalam menertibkan PKL. Menilai efektivitas program penataan PKL tidaklah mudah karena melibatkan banyak faktor dan aspek. Menilai efektivitas program penataan PKL di Gading Fajar, Sidoarjo, bukan perkara mudah. Program ini memiliki berbagai tujuan dan melibatkan banyak pihak, sehingga perlu dianalisis secara komprehensif. Efektivitas program penataan PKL di Gading Fajar tidak hanya bergantung pada kebijakan dan program pemerintah, tetapi juga pada partisipasi aktif dari PKL dan masyarakat. Hal ini di dukung oleh Bapak M. Mahfud sebagai Kepala Bidang Pemberdayaan Usaha Mikro yang mengatakan bahwa :

“saya sudah memahami Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2016, tetapi selama ini belum berjalan secara efektif dikarenakan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro belum mengatur di wilayah Gading Fajar, kita sekarang lagi fokus mengatur di sentra kuliner Gajah Mada, Slautan, dan Jasem. Sementara ini wilayah Gading Fajar di Kelola oleh SatPol PP, Kecamatan Candi, dan warga setempat. Cara kita berkoordinasi dengan PKL melalui SatPol PP dan perangkat desa. Faktor penghambat dalam penataan dan pemberdayaan PKL seperti penyedia lahan yang belum ada.” (wawancara pada tanggal 5 Juni 2024).

            Dari Hasil wawancara dengan Bapak M.Mahfud dapat disimpulkan bahwa kebijakan Peraturan Daerah ini dinyatakan belum berjalan secara efektif. Dengan memperkuat pendapat di atas, Bapak M. Maskur narasumber sebagai Komandan Pleton SatPol PP juga mengatakan bahwa :

“saya sudah paham mengenai Peraturan Daerah yang mengatur tentang penataan PKL ini, tetapi yang memiliki wewenang untuk mengatur dalam peraturan ini yaitu Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Sidoarjo. Selama ini penerapan Peraturan Daerah sudah berjalan tetapi belum berjalan secara efektif dan belum tercover semua. Kedepannya berusaha untuk menata para PKL secara proposional sehingga dapat di tata sesuai aturan yang sudah ditetapkan. Peran kita untuk menjalankan tugas sesuai dengan tupoksi kita yang mendasar sendiri sesuai Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2013, Peraturan tersebut menyebutkan ada 8 (delapan) tertib termasuk, tertib lingkungan, tertib jalan, tertib trotoar, tertib jalur hijau dll. Di situ kita memfokuskan tertib trotoar dan tertib badan jalan sehingga terlihat sebagai estetika kota, lha sebatasnya itu pkl di arahkan kemana. Kalo PKL asongan untuk sementara ini kita tindak, dengan pola teknis secara administrasi kita berikan surat penyitaan barang sebagai barang bukti selama 1 (satu) minggu lalu boleh di ambil kembali.”

“Untuk kendala atau penghambat dalam menertibkan para PKL itu masih bermasalah di tempatnya saja, selama ini masih menempati vasum dari perumahan yang dimanfaatkan oleh PKL. Dulu sempat di berikan lahan untuk PKL di depan SMAN 2 SIDOARJO tapi pada saat musim hujan lahan itu kan dekat sawah jadinya banjir, terus para PKL kembali berjualan di trotoar dan tidak mau Kembali ke lahan yang kita sediakan. Untuk melakukan perbaikan lahan ini merupakan suatu tantangan bagi kita untuk kedepannya karna semacam itu tergantung dari kebijakan pimpinannya. Otomatis apa, memang secara aturan sudah ada cuman secara teknis itu tergantung dari kebijakan pimpinan bagaimana cara mengelola PKL di Kabupaten Sidoarjo secara proposional, soalnya ya memang semua butuh tempat. Lha nanti keterbatasan tempat itu kan bisa dipecahkan. Dalam arti ya nanti ada aturan lagi turunan dari Peraturan Daerah tersebut. Turunan itu dalam arti sebagai dasar hukum penanganan teknisnya, seperti Peraturan Bupati. Untuk saat ini kan Peraturan Bupatinya belum ada, jadi itu yang menjadi masalah. Untuk saat ini kita berusaha untuk di lingkup Gading Fajar ini supaya tertib jangan sampai memakan badan jalan.” (wawancara pada tanggal 5 Juni 2024).

            Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan dari pendapat Bapak M. Maskur dinyatakan bahwa Kebijakan Peraturan Daerah ini belum berjalan secara efektif. Hal ini didukung oleh pendapat Bapak Agus sebagai pedagang kaki lima mengatakan :

“Saya belum mengetahui tentang peraturan tersebut. Kalo untuk sosialisasi tentang Peraturan Daerah itu belum ada karna peraturannya hanya dari SatPol PP aja. saya akan tetep menaati apabila suatu saat nanti ada penataan ulang. Disini kan ada yang mengelola, ada ketuanya, ada strukturnya jadi ya ikut aja. kalo untuk peraturannya sampai sekarang belum efektif.” (wawancara pada 4 Juni 2024).

            Dari pendapat Bapak Agus hasil dari Peraturan Daerah ini belum berjalan secara efektif. Di sisi lain hasil Efektivitas dari kebijakan Peraturan Daerah ini di perkuat juga oleh pendapat dari Ibu Tia sebagai narasumber pedagang kaki lima yang kedua mengatakan bahwa :

“Saya masih gatau peraturan itu mbak, kalo sosialisasi peraturan ini gaada tapi SatPol PP kalo ada apa ap aitu ngasih edaran. Dulu kan jualannya di jalan, tendanya di jalan lha SatPol PP ngasih edaran boleh jualan tapi di atas trotoar. Kecuali tanggal merah boleh jualan di jalan. Tapi kalau sekarang peraturannya udah tetep diatas trotoar. Jadi kalo menurut saya Peraturan Daerah ini belum efektif sih mbak.” (wawancara pada 4 Juni 2024).

            Dari pendapat Ibu Tia juga dapat disimpulkan bahwa keefektivan dari kebijakan Peraturan Daerah ini dinyatakan masih belum berjalan secara efektif. Dengan demikian pendapat ini dapat di perkuat oleh pendapat dari Bapak Hasan sebagai narasumber pedagang kaki lima yang terakhir mengatakan bahwa :

“kalo soal peraturannya saya kurang tau mbak. Kalo untuk dari pemerintah atau SatPol PP itu belum ada sosialisasi tentang Peraturan Daerah itu si. Tapi kalo jualan itu gapapa sih mbak yang penting batasnya sampai trotoar aja. selagi bermanfaat bagi kita ya kita taati tapi kalo merugikan ya kurang tau. Kalo kita ada peraturan dari pemerintah kita berusaha untuk mentaati, kalo sama yang di desa kita juga ada kordinasi cuma ya sebatas sebutuhnya saja. Karna disini kan ada panitianya, ada aturan aturannya juga. Cuma ya kami sebagai PKL ya tidak menguasai. Cuma sekarang ini panitia nya ngga seberapa aktif, dan panitianya itu dari karang taruna. Kalo dibutuhkan ya butuh kalo engga ya engga. Jadi menurut saya ya belum efektif mbak.” (wawancara pada tanggal 4 Juni 2024).

            Dari ketiga narasumber yang berperan sebagai pedagang kaki lima menunjukkan bahwa semua narasumber mengatakan dalam kebijakan peraturan Daerah ini belum berjalan secara efektif. Dengan mendukung pendapat di atas, maka di perkuat juga dari sudut pandang Kakak Intan sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar yang mengatakan bahwa :

“saya belum mengetahui tentang peraturan tersebut, mungkin saya akan mencari tau tentang peraturan tersebut. Menurut saya selama ini belum sesuai dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah. Untuk berkoordinasi dengan pemerintah dan satgas gabungan agar menghimbau pedagang untuk mematuhi peraturan tersebut agar terjadi ketertiban wilayah sesuai peraturan. Yang menjadi kendala atau penghambat dalam penataan ini yaitu ketidakmauan PKL untuk berpindah tempat.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024).

            Dengan pendapat Kakak Intan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kebijakan Peraturan Daerah ini belum berjalan secara efektif. Di sisi lain Kakak Elisa sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar juga mengatakan bahwa :

“Gini ya mbak, saya belum mengetahui tentang peraturan daerah tersebut dan saya juga belum mengetahui apa tindakan saya selanjutnya setelah mengetahui peraturan itu. Dan menurut saya sampai sekarang belum efektif sih.  Peran saya dalam berkoordinasi ya dengan cara menyerahkan semua kepada SatPol PP. untuk penghambat atau kendala dalam melakukan penataan PKL ini mungkin ada pemberontakan PKL yang tidak mau di relokasi ke tempat yang sudah disedikan.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024).

            Dari pendapat Kakak Elisa di atas, menunjukkan bahwa hasil Kebijakan Peraturan daerah ini masih belum berjalan secara efektif. Dengan memperkuat pendapat di atas, Kakak Adinda sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar yang mengatakan bahwa :

“saya belum tau tentang peraturan ini ya mbak. Mungkin saya akan mencari tau tentang peraturan ini. belum sesuai sih mbak kalo dari pandangan saya. Peran saya sih menghimbau para PKL untuk tertib dan mematuhi peraturan yang berlaku. Kalo kendala atau penghambatnya sih para PKL ini masih berjualan di sembarangan tempat”. (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024).

            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari semua narasumber yang sudah di teliti menunjukkan dalam kebijakan Peraturan Daerah tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di wilayah gading Fajar Sidoarjo masih belum berjalan secara efektif.

4.1.2 Efisiensi

            Sebagaimana dijelaskan oleh William N. Dunn, efisiensi adalah jumlah usaha yang dibutuhkan atau dilakukan untuk mencapai tingkat efektivitas tertentu. Hubungan antara usaha dan efektivitas disebut efisiensi, yang mirip dengan rasionalitas ekonomi. Efisiensi dapat diukur dengan perhitungan layanan atau per unit produk.

PKL memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia dan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Namun, PKL juga memiliki beberapa inefisiensi yang perlu diatasi. Dengan upaya penataan, pembinaan, dan pelatihan yang tepat, PKL dapat menjadi sektor ekonomi yang lebih efisien dan berkelanjutan. Hal ini di dukung oleh Bapak M. Mahfud sebagai Kepala Bidang Pemberdayaan Usaha Mikro yang mengatakan bahwa :

“jadi yang dilaksanakan oleh dinas koperasi dan usaha mikro Kabupaten Sidoarjo itu tidak gading fajar, gading fajar itu desa. Yang dilaksanakan itu kabupaten. Untuk pendanaan kita hanya membuat suatu konsep perencanaan termasuk perencanaan pendanaan, kegiatan, program dan macem macem. Kita hanya membuat suatu konsep perencaan. Kita sampaikan di Bupati, dibahas di DPR dan Bupati. Di setujui atau ngga kita gatau. Itu tugas yudikatif dan legislatif. Bupati, DPR, OPD hanya melaksanakan tugas pokok dan fungsi. Kalo untuk saat ini belum mencapai hasil yang di inginkan. Kalo untuk menyampaikan peraturan kepada PKL mungkin nanti melalui pihak SatPol PP. evaluasi itu yang jelas kita berkolaborasi dengan penegak disiplin PerDa, PerBup yaitu SatPol PP sebagai penegak peraturan. Jadi tinggal nanti ada team work yang berkolaborasi lintas OPD untuk melakukan evaluasi analisis. Dan kita sendiri memang dari konsep untuk perencanaan program, kegiatan dilaksanakan, di anggarkan. Kalo tidak di anggarkan sama bupati  kita mau ke siapa kalo ngga kesitu.” (wawancara pada tanggal 5 Juni 2024).

            Dari Hasil wawancara dengan Bapak M.Mahfud dapat disimpulkan bahwa kebijakan Peraturan Daerah ini dinyatakan juga belum berjalan secara efisien dikarenakan belum adanya pendanaan dari pemerintah. Dengan memperkuat pendapat di atas, Bapak M. Maskur narasumber sebagai Komandan Pleton SatPol PP mengatakan bahwa :

“Kalau masalah Peraturan Daerah itu kan hasil dari produk DPR dengan Bupati, kalau masalah pembentukan PerDa yang menjadi sebuah rancangan peraturan daerah jadi memang membutuhkan anggaran dan proses sehingga di terbitkan untuk PerDa tersebut. Tetapi untuk saat ini, pendanaan dari pemerintah belum ada. Sekarang hanya sebatas pemberian lebel legalitas agar bisa tau mana yang sudah diberikan izin oleh Disperindak dan dinas koperasi serta mana yang belum, kalau untuk kita memberikan suatu tempat atau fasilitas itu masih terbatas. Kalau untuk saat ini kebijakan penataan PKL masih belum mencapai hasil yang maksimal.” (wawancara pada tanggal 5 Juni 2024).

            Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan dari pendapat Bapak M. Maskur dinyatakan bahwa Kebijakan Peraturan Daerah ini belum berjalan secara efisien. Hal ini di dukung oleh Bapak Agus sebagai pedagang kaki lima yang mengatakan :

“Menurut saya sudah berhasil, sudah cukup. Cara kita ya akita tertib aja, mengikuti peraturan yang ada, agar masyarakat sekitar tidak terganggu oleh kita. Kalau PKL yang layak itu ya gini-gini aja tidak usah di obrak, dikasi fasilitas kaya gini sudah cukup buat masyarakat kecil kebawah.“ (wawancara pada tanggal 4 Juni 2024).

            Dari pendapat Bapak Agus hasil dari Peraturan Daerah ini sudah berjalan secara efisien. Di sisi lain hasil Efisiensi dari kebijakan Peraturan Daerah ini di perkuat juga oleh pendapat dari Ibu Tia sebagai narasumber pedagang kaki lima yang kedua mengatakan bahwa :

“Kalau saya sudah cukup nak, memang sudah pekerjaan nya kaya gini, saya disini sudah 25 tahun, anak juga sudah besar dan punya pekerjaan sendiri, dari dulu juga makan dari sini. Cara kita agar tidak mengganggu masyarrakat ya harus mentaati aturan, kaya kemarinkan jualannya kanan-kiri itu warga resah, nah makanya di himbau untuk teratur berjualan di sebelah Kiri. Saran saya untuk dicarikan tempat supaya bisa lebih taat, untuk lahan parkir, lahan jualan agar tidak mikir gusuran atau obrakan SatPol PP.” (wawancara pada 4 Juni 2024).

            Dari pendapat Ibu Tia juga dapat disimpulkan bahwa dari kebijakan Peraturan Daerah ini dinyatakan sudah berjalan secara efisien. Dengan demikian pendapat ini dapat di perkuat oleh pendapat dari Bapak Hasan sebagai narasumber pedagang kaki lima yang terakhir mengatakan bahwa :

“belum berhasil mbak karna sebenernya dulu itu sudah mbak tapi kenapa gaada solusi, cuman dibiarkan aja apa adanya. sebenernya kita kita dulu udah mengajukan ke pemerintah cuman ya gimana kelanjutannya itu bisa rapi. nah itu prakteknya belum ada. cara kita ya mematuhi peraturan dan batas berdagang mbak. kalo saran si sebenernya itu kita ingin ini di tata dengan rapi terus di fasilitasi biar kita itu dikenal dengan pedagang kaki lima yang bersih yang teratur.” (wawancara pada 4 Juni 2024).

            Dari semua narasumber sebagai pedagang kaki lima dapat disimpulkan bahwa Kebijakan Peraturan Daerah ini belum berjalan secara efisien. Dengan mendukung pendapat di atas, maka di perkuat juga dari sudut pandang Kakak Intan sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar yang mengatakan bahwa :

“menurut saya meminta tolong kepada SatPol PP agar para PKL tertib dan mematuhi peraturan. Cara kita agar tidak merasa terganggu oleh PKL ya dengan cara meminta tolong kepada Satgas gabungan agar menertibkan PKL sehingga bisa mengurangi kemacetan. Tanggapan kami kepada pemerintah sih kecewa ya. Karna pemerintah belum bisa memberikan tempat relokasi yang baik, teratur dan mengurangi kemacetan.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024).

            Dengan pendapat Kakak Intan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kebijakan Peraturan Daerah ini belum berjalan secara efisien dikarenakan belum diberikan tempat relokasi yang tetap. Di sisi lain Kakak Elisa sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar juga mengatakan bahwa :

“menurut saya sih bekerja sama dengan SatPol PP agar bisa menertibkan para PKL. Kalo cara agar warga tidak terganggu itu sebenernya diberikan jam operasional jual beli yang harus di patuhi. Tanggapan saya kepada pemerintah selama ini seharusnya diberikan tempat yang strategis, yang nyaman, yang bersih, di berikan fasilitas parkir juga agar PKL mau di relokasi dan kita sebagai pengunjung bisa nyaman.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024).

            Dari pendapat Kakak Elisa di atas, menunjukkan bahwa hasil Kebijakan Peraturan daerah ini masih belum berjalan secara efisien di karenakan belum diberikan fasilitas yang baik. Dengan memperkuat pendapat di atas, Kakak Adinda sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar mengatakan bahwa :

“Dengan meminta tolong kepada pemerintah atau SatPol PP agar para PKL mematuhi peraturan yang berlaku. Ya car akita agar tidak terganggu oleh PKL dengan cara memberi himbauan kepada PKL agar tetap mematuhi peraturan yang udah di tetapkan. Tanggapan kita kepada pemerintah sedikit kecewa karna sampai sekarang belum bisa memberikan tempat atau fasilitas yang baik kepada PKL maupun pengunjung, apalagi disaat hari libur itu bisa membikin kemacetan yang parah.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024).

            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari semua narasumber yang sudah di teliti menunjukkan dalam kebijakan Peraturan Daerah tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di wilayah Gading Fajar Sidoarjo masih belum berjalan secara efisien dikarenakan masih belum adanya pendanaan dan relokasi lahan dari Pemerintah.

4.1.3 Kecukupan

            Kecukupan, menurut William N. Dunn, mengacu pada seberapa efektif seseorang dapat memenuhi kebutuhan, nilai, atau peluang yang menimbulkan masalah. Hubungan yang kuat antara pilihan kebijakan dan hasil yang diharapkan ditekankan oleh indikator kecukupan. Hal ini di dukung oleh Bapak Bapak M. Mahfud sebagai Kepala Bidang Pemberdayaan Usaha Mikro mengatakan bahwa:

“belum cukup membantu mbak. yang jelas kita belum melakukan, kita anggap tidak berizin. karna pemerintah tidak punya lagi aset buat lahan, kecuali yang kemarin di gajah mada kemarin.” (wawancara pada tanggal 5 Juni).

            Dari Hasil wawancara dengan Bapak M.Mahfud dapat disimpulkan bahwa kebijakan Peraturan Daerah ini dinyatakan juga belum cukup mencapai hasil yang maksimal. Dengan memperkuat pendapat di atas, Bapak M. Maskur narasumber sebagai Komandan Pleton SatPol PP mengatakan bahwa :

“iya sudah cukup membantu, para PKL bisa saat ada penertiban itu dia mematuhi peraturan. tapi selalu kita tingkatkan terus agar tidak ada PKL yang melanggar. kita memberikan kesempatan kepada PKL untuk berjualan dimana saja yang penting jangan melanggar seperti menggunakan trotoar dan badan jalan.” (wawancara pada tanggal 5 Juni 2024).

            Oleh karena itu dapat disimpulkan dari pendapat Bapak M. Maskur dinyatakan bahwa Kebijakan Peraturan Daerah ini sudah mencapai hasil yang cukup. Dengan mendukung pendapat di atas, maka di perkuat juga oleh Bapak Agus sebagai pedagang kaki lima yang mengatakan :

“Kalau tempatnya ya teteap menurut saya sudah cukup, tapi kalau ada jalan dibuat untuk Provinsi ndak tau lagi, mestinya ada relokasi, tapi tempat pemindahan nya itu harus sudah ada. Kalau untuk penghambat dan kendala selama ini belum ada. Rata-rata disini semua kan sudah berkeluarga semua yang menjadi tempat gantinya itu apa, kalau mau di relokasi tapi belum ada tempatnya dan rata-rata punya angsuran semua, jadi kita mau gimana. Harus ada penggantinya dan yang layak, kalau menurut saya pemerintah memberikan tempat relokasi yang lebih layak, karena itu sangat berpengaruh dengan perekonomian nya kita .“ (wawancara pada tanggal 4 Juni 2024)

            Dari pendapat Bapak Agus hasil dari Peraturan Daerah ini sudah mencapai hasil yang cukup. Di sisi lain hasil dari kebijakan Peraturan Daerah ini di perkuat juga oleh pendapat dari Ibu Tia sebagai narasumber pedagang kaki lima yang kedua mengatakan bahwa :

“Menurut saya fasilitas nya bisa lebih diperbaiki lagi, kalau penghambatnya itu waktu pengobrakan. Usaha selanjutnya mungkin bisa diberikan lahan yang lebih baik.” (wawancara pada 4 Juni 2024).

Dari pendapat Ibu Tia juga dapat disimpulkan bahwa dari kebijakan Peraturan Daerah ini dinyatakan masih belum cukup mencapai hasil yang maksimal. Dengan demikian pendapat ini dapat di perkuat oleh pendapat dari Bapak Hasan sebagai narasumber pedagang kaki lima yang terakhir mengatakan bahwa :

“kalo sekarang ya cukup si mbak, tapi kalo bisa pemerintah mengasih fasilitas yang lebih baik lagi. dulu itu sempat di pindahkan di lahan depan SMAN 2 Sidoarjo tapi itu ternyata gaada solusi. kalo disitu kan tempatnya pemerintah, itu lahan kan punya kejaksaan lha itu kan gaada ijin resmi. kalo ada ijin resmi itu mungkin dulu udah dibangun. karna gaada ijin pihak satpol pp menyerah terus PKL nya kembali lagi di trotoar. ya semoga aja pemerintah bisa memberikan lahan yang tetap supaya kita juga ngga pindah pindah terus mbak.” (wawancara pada tanggal 4 Juni 2024).

            Dari ketiga narasumber yang berperan sebagai pedagang kaki lima menunjukkan bahwa 2 (dua) dari 3 (tiga) narasumber mengatakan dalam kebijakan peraturan Daerah ini belum cukup mencapai hasil yang optimal.

            Di satu sisi penting untuk mempertimbangkan dari sudut pandang Kakak Intan sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar yang mengatakan bahwa “kalo menurut saya masih belum cukup membantu. Usaha selanjutnya dengan meminta tolong kepada SatPol PP dan pemerintah agar bisa mencapai hasil yang di inginkan.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024).

            Dengan pendapat Kakak Intan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kebijakan Peraturan Daerah ini masih belum cukup. Di sisi lain Kakak Elisa sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar juga mengatakan bahwa :

“kalo saya lihat sih kondisi sekarang sudah cukup baik karna SatPol PP setiap hari berjaga untuk menertibkan para PKL. Kalo usaha selanjutnya sih diberikan tempat relokasi yang strategis, nyaman, bersih, dan tidak banjir agar pengunjung nyaman saat membeli sehingga para pkl juga ikut mau kalo di relokasi.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024).    

            Dari pendapat Kakak Elisa di atas, menunjukkan bahwa hasil Kebijakan Peraturan daerah ini sudah cukup. Dengan memperkuat pendapat di atas, Kakak Adinda sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar mengatakan bahwa “dengan adanya peraturan yang berlaku ini masih belum cukup membantu. Usahanya itu meminta bantuan kepada pemerintah setempat atau SatPol PP yang bertugas agar bisa mencapai hasil yang di inginkan.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024).

            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 5 (lima) dari 8 (delapan) narasumber yang sudah di teliti menunjukkan dalam kebijakan Peraturan Daerah tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di wilayah Gading Fajar Sidoarjo belum cukup mencapai hasil yang optimal.

4.1.4 Pemerataan

            Menurut William N. Dunn, pemerataan adalah cara berpikir tentang bertindak secara legal dan sosial, yang mencakup pemasaran hasil usaha antara kelompok yang tidak sesuai dengan masyarakat. Indikator pemerataan sangat terkait dengan ide atau konsep yang saling bersaing, seperti keadilan kebijakan untuk memasarkan sumber daya dalam masyarakat. Hal ini di dukung oleh Bapak M. Mahfud sebagai Kepala Bidang Pemberdayaan Usaha Mikro mengatakan bahwa:

“belum diterapkan dengan baik mbak karna kita belum mengurus wilayah situ. kalo untuk anggaran biaya dan fasilitas itu kita belum berikan mbak karna kita juga harus menunggu pemerintah yang di atas juga dan kita belum mengatur wilayah Gading Fajar. yang menariki restribusi yang ditariki oleh oknum oknum itu tidak masuk ke pemerintah.” (wawancara pada tanggal 5 Juni 2024).

            Dari Hasil wawancara dengan Bapak M.Mahfud dapat disimpulkan bahwa kebijakan Peraturan Daerah ini dinyatakan juga belum optimal dikarenakan belum adanya pemerataan anggaran biaya dan fasilitas dari Pemerintah. Dengan memperkuat pendapat di atas, Bapak M. Maskur sebagai narasumber Komandan Pleton SatPol PP mengatakan bahwa :

“belum bisa dilaksanakan yaitu terkendala masalah keterbatasan lahan. seperti yang di Gading Fajar kita cuman bisa mengatur PKL jangan sampai ke badan jalan. kalo untuk biaya dan fasilitas dari pemerintah belum ada. Para PKL ini masih menempati fasilitas umum dari warga sekitar. jadi ya permasalahannya itu di keterbatasan lahan aja. pemerintah masih belum ada lahan buat PKL yang di Gading Fajar. kalo untuk biaya mendirikan usaha disitu tetep ada, cuman yang memberikan kewenangan untuk memberikan teribatan surat izin itu kan ada dinas penanaman modal, nah itu yang memberikan kewenangan dinas perizinan dan penanaman modal. nanti kan sesuai dengan izin usahanya itu tergantung apa aja, dan itu bisa mempengaruhi tarif pajak atau restribusi atau pendapatan daerah bukan pajak yang diberikan dan ditetapkan.” (wawancara pada tanggal 5 Juni 2024).

            Oleh karena itu dapat disimpulkan dari pendapat Bapak M. Maskur dinyatakan bahwa Kebijakan Peraturan Daerah ini belum optimal dikarenakan belum adanya pemerataan anggaran biaya dan fasilitas lahan yang tetap dari Pemerintah. Dengan memperkuat pendapat di atas, Bapak Agus sebagai pedagang kaki lima yang mengatakan:

“Kalau untuk anggaran dari pemerintah itu masih belum ada, permasalahannya mungkin belum ada lahan dan membuat anggaran untuk merelokasikan PKL ini. Kalau untuk percaloan atau penguasa wilayah itu tidak ada serta untuk membayar sewa tempat itu tidak ada tetapi setiap harinya kita di tarik uang 3.000 sama karang taruna daerah sini, karena dulunya ini jalan kosong terus pertamanya jualan di alun-alun, alun-alun digusur pindah ke GOR. Dari GOR itu banyak yang tidak dapat fasilitas jadinya pindah kesini satu persatu, diajak temannya yang di GOR untuk pindah kesini, akhirnya lama-lama pindah kesini semua. Jadi tidak ada bayar tempat kesiapa-siapa.” (wawancara pada tanggal 4 Juni 2024).

            Dari pendapat Bapak Agus hasil dari Peraturan Daerah ini belum memberikan anggaran dan fasilitas lahan yang merata. Di sisi lain hasil dari kebijakan Peraturan Daerah ini di perkuat juga oleh pendapat dari Ibu Tia sebagai narasumber pedagang kaki lima yang kedua mengatakan bahwa :

“Kalau untuk anggaran masih belum ada mbak, itungan nya kalau kaya gini kan illegal, karena di Gading Fajar ini tidak resmi. Kalau untuk pencaloan juga tidak ada mbak, serta untuk biaya sewa dan lain-lain tidak ada, cuman karang taruna nya yang menarik Rp.3.000 tiap harinya, lalu uang nya di taruh dikas, kalau untuk pengelolaan keuangan selanjutnya saya tidak tahu.” (wawancara pada 4 Juni 2024).

            Dari pendapat Ibu Tia juga dapat disimpulkan bahwa dari kebijakan Peraturan Daerah ini dinyatakan belum memberikan anggaran dan fasilitas lahan yang merata. Dengan demikian pendapat ini dapat di perkuat oleh pendapat dari Bapak Hasan sebagai narasumber pedagang kaki lima yang terakhir mengatakan bahwa :

“kalo anggaran belum ada mbak. nah kalo faktor penyebabnya saya juga gatau mbak kenapa kok belum ada fasilitas yang baik dan anggaran yang turun dari pemerintah. kalo untuk pencaloan gaada mbak. biaya sewa juga tidak ada, tapi setiap hari itu ada karang taruna yang keliling buat menarik i uang iuran 3000”. (wawacara pada tanggal 4 Juni 2024).

            Dari ketiga narasumber yang berperan sebagai pedagang kaki lima menunjukkan bahwa semua narasumber mengatakan dalam kebijakan peraturan Daerah ini belum memberikan anggaran dan fasilitas lahan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan mendukung pendapat di atas, penting untuk mempertimbangkan dari sudut pandang Kakak Intan sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar yang mengatakan bahwa :

“tanggapan saya sangat setuju, karena dengan adanya pemerataan relokasi PKL bisa mengurang kemacetan serta dapat menjaga estetika kota. Menurut saya kalau untuk anggaran pemerintah belum memberikan pendanaan. Kalau untuk faktor penyebab permasalahan ini mungkin anggaran nya masih di korupsi pemerintah.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024).

            Dengan pendapat Kakak Intan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kebijakan Peraturan Daerah ini masih belum ada anggaran biaya dari pemerintah. Di sisi lain Kakak Elisa sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar juga mengatakan bahwa:

“Kalau saya setuju, agar lingkungan perumahan dekat Gading Fajar bisa nyaman. Serta sudah diberikan tempat relokasi di tempat relokasi awal, tapi mungkin banyak PKL mengeluh karena Lokasi yang rawan banjir dan jauh dari jalan raya sehingga para pengunjung agak males kalau disuruh masuk ke tempat jualan tersebut dan lahan parker juga kurang. Jadi menurut saya dari kurang nya pengunjung tersebut yang menyebabkan kembalinya PKL berjualan di pinggir jalan.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024).

            Dari pendapat Kakak Elisa di atas, menunjukkan bahwa hasil Kebijakan Peraturan daerah ini belum mencapai hasil yang maksimal dikarenakan masih banyak permasalahan yang belum di selesaikan oleh Pemerintah. Dengan memperkuat pendapat di atas, Kakak Adinda sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar mengatakan bahwa :

“Saya sangat setuju karena sedikit mengurangi kemacetan kendaraan, kalau untuk memberikan fasilitas dan anggaran mungkin pemerintah belum memberikan pendanaa kepada PKL. Kalau untuk faktor permasalahan, mungkin kurangnya penjagaan ketat kepada PKL.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024).

            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua narasumber yang sudah di teliti menunjukkan dalam kebijakan Peraturan Daerah tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di wilayah Gading Fajar Sidoarjo belum memberikan anggaran biaya maupun fasilitas lahan yang tetap dari Pemerintah.

4.1.5 Resposivitas

            Menurut William N. Dunn, responsivitas merujuk pada tingkat kepuasan masyarakat terhadap kelompok tertentu terkait dengan preferensi, kebutuhan, dan selera mereka. Indikator responsivitas sangat penting karena hasil analisisnya dapat memuaskan indikator lain, seperti efektivitas, efisiensi, kecukupan, dan pemerataan. Namun, indikator efektivitas, efisiensi, kecukupan, dan pemerataan tidak akan efektif jika tidak menanggapi kebutuhan kelompok yang seharusnya mendapatkan mandiri. Hal ini di dukung oleh Bapak M. Mahfud sebagai Kepala Bidang Pemberdayaan Usaha Mikro mengatakan bahwa: “itu yang berKTP sidoarjo bisa di hitung. yang menghimpun sebagian mohon maaf itu preman preman. kita itu ada website sidoarjo untuk penyaluran aspirasi. kalo untuk program program itu kita punya 17 program skala prioritas jadi menurut say aitu belum berjalan dengan baik.” (wawancara pada tanggal 5 Juni 2024).

            Dari Hasil wawancara dengan Bapak M. Mahfud dapat disimpulkan bahwa kebijakan Peraturan Daerah ini dinyatakan juga belum mendapatkan respon yang baik. Dengan memperkuat pendapat di atas, Bapak M. Maskur narasumber sebagai Komandan Pleton SatPol PP mengatakan bahwa:

“ada suatu aplikasi khusus pengaduan masyarakat kalo di Kabupaten Sidoarjo itu 112. lha disitu mencakup PKL yang berjualan sembarangan, masalah kriminal, anak jalanan, pengamen, dan ODGJ. lha adapun dari permasalahan ini kalo ngga terlalu signifikan atau mencolok itu cukup wilayah kecamatan yang menangani. jika kebutuhan dan aspirasi masyarakat telah dipenuhi saat mengembangkan program program pelayanan. contohnya suatu permasalahan perizinan, untuk saat ini perzinan yang sering di adukan oleh pelaku izin itu kan masalah reklame. reklame itu kan berbagai macam ukuran dan itu berpengaruh pajak yang dibayarkan. nah disini kita bekerja sama dengan aset BPRD Sidoarjo masalah reklame ini. ada yang istilahnya udah mati, ada yang istilahnya tidak diperpanjang ya itu kita yang eksekusi. sehingga kalo tidak ada kekuasaan dari pelaku perizinan maka dipersilahkan untuk datang ke kantor SatPol PP untuk menjelaskan kendalanya dimana. cuman itu aja respon kita terhadap aspirasi masyarakat. sehingga hasilnya apa, kita kita memberikan suatu pelayanan kepada masyarakat pelaporannya nanti kita sampaikan juga kepada pimpinan. pimpinan nanti mengapresiasi karna 112 nya itu diterapkan.” (wawancara pada tanggal 5 Juni 2024).

            Oleh karena itu dapat disimpulkan dari pendapat Bapak M. Maskur dinyatakan bahwa Kebijakan Peraturan Daerah ini sudah memberikan respon yang baik kepada masyarakat. Dengan memperkuat pendapat di atas, Bapak Agus sebagai pedagang kaki lima yang mengatakan :

“Menurut saya sudah cukup dan tidak ada oknum-oknum yang melakukan pemungutan liar.“ (wawancara pada tanggal 4 Juni 2024). Selanjutnya ditambah juga pendapat dari Ibu Tia sebagai pedagang kaki lima yang mengatakan: “Kalau menurut saya, ini belum berjalan dengan baik serta untuk oknum yang melakukan pemungutan liar itu tidak ada.” (wawancara pada 4 Juni 2024). Yang terakhir pendapat dari Bapak hasan sebagai pedagang kaki lima yang mengatakan: “kalo saya amati belum berjalan dengan baik ya mbak. untuk oknum oknum pemungutan liar itu gaada mbak kalo disini. cuman dari karang taruna aja yang menarik i uang iuran.” (wawancara pada tanggal 4 Juni 2024).

            Dari ketiga narasumber yang berperan sebagai pedagang kaki lima menunjukkan bahwa 2 (dua) dari 3 (tiga) narasumber mengatakan dalam kebijakan peraturan Daerah ini belum cukup mencapai hasil yang optimal. Di satu sisi penting untuk mempertimbangkan dari sudut pandang Kakak Intan sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar yang mengatakan bahwa “Kayaknya masih belum mencapai hasil yang diinginkan.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024). Di sisi lain Kakak Elisa sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar juga mengatakan bahwa “Untuk kodisi sekarang cukup ada hasilnya, PKL sudah mulai mau untuk ditertibkan tetepi belum maksimal.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024). Dengan memperkuat pendapat di atas, Kakak Adinda sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar mengatakan bahwa “Kalau menurut saya belum maksimal.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024).

            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 6 (enam) dari 8 (delapan) narasumber yang sudah di teliti menunjukkan dalam kebijakan Peraturan Daerah tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di wilayah Gading Fajar Sidoarjo belum cukup memberikan respon yang maksimal.

4.1.6 Ketepatan

            Menurut William N. Dunn menyatakan bahwa indikator ketepatan berhubungan dengan nilai dan biaya tujuan program, serta asumsi yang mendasari tujuan tersebut. Oleh karena itu, ketepatan berhubungan dengan tindakan tertentu yang dievaluasi berdasarkan apa yang dicapai oleh tindakan tersebut. Hal ini di dukung oleh Bapak M. Mahfud sebagai Kepala Bidang Pemberdayaan Usaha Mikro mengatakan bahwa :

“kalo untuk penataan ini kita belum melakukan dikarenakan tidak ada tempat. kan kalo nata harus ada tempat, lha sekarang tanahnya PemDa Sidoarjo yang di pakai sekolahan, di pakai perkantoran. tanah kosong PemDa Sidoarjo yang kosong itu tidak ada. kan kalo melakukan penataan juga ga mungkin, karna yang dibuat fasilitas gaada. yang jelas kita memfasilitasi pelatihan, pembinaan untuk di kembangkan. kalo saran dari pemerintah buat PKL Gading Fajar Sidoarjo ayo dengan era digitalisasi ayo kita ikuti, karna era digital tidak bisa di pungkiri. masyarakat kita juga alhamdulillah hp nya android semua. cuman untuk belajar lebih menggunakan hp dengan baik, dengan sebenarnya. jadi bisa menciptakan inovasi, dan kreasi. (wawancara pada 5 Juni 2024).

            Dari Hasil wawancara dengan Bapak M. Mahfud dapat disimpulkan bahwa kebijakan Peraturan Daerah ini dinyatakan juga belum mencapai hasil yang maksimal atau belum tepat. Dengan memperkuat pendapat di atas, Bapak M. Maskur narasumber sebagai Komandan Pleton SatPol PP mengatakan bahwa:

“yah itu memang suatu target yang istilahnya menjadi program renstra (rencana strategis) kedepan. contohnya kita ditahun 2024 itu di bulan januari atau desember itu bisa ditetapkan lha itu nanti target kita apa. sekarang ini di lingkup Pemerintah Kabupaten Sidoarjo target itu 1 tahun dibagi menjadi 4 berarti setiap target ini triwulan. setiap triwulan kita ini mengakumulasi kegiatan, misalkan januari sampai maret lha itu nanti targetnya berapa persen. dan itu terus menerus sebagai langkah istilahnya kita memberikan kepada masyarakat suatu planing. kalo di kita kan di ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, dan tentunya nanti dari hasil pencapaian tersebut itu mempengaruhi reward dan jangan sampai kita mendapatkan punistment. sekarang di pacu, mangkanya di rutinitas kita ada suatu aplikasi sasaran kinerja pegawai yang dimana sasaran kinerja ini harus sesuai dengan absen yang berhubungan dengan laporan yang kita buat. apabila hubungan absen dengan sasaran kinerja ini sesuai 22 hari itu persentase yang muncul itu kurang lebih 160%. dan ini juga berpengaruh dengan tunjangan kita. apabila ditahun berikutnya turun ya tunjangan kita juga turun. tunjangan itu sebagai memberikan suatu penghasilan di luar gaji yang resmi dan ada aturannya.” (wawancara pada tanggal 5 Juni 2024).

            Oleh karena itu dapat disimpulkan dari pendapat Bapak M. Maskur dinyatakan bahwa Kebijakan Peraturan Daerah ini sudah tepat untuk diterapkan. Dengan memperkuat pendapat di atas, Bapak Agus sebagai pedagang kaki lima yang mengatakan :

“Kalau untuk target yang di inginkan belum tercapai, dulu pernah dipindah didepan SMAN 2 Sidoarjo, karena rencananya kanan-kiri ini akan dibuat taman, habis itu dipindah kesana. Setelah dipindah hujan-hujan terus, jualan tidak laku terus disana peminat nya kurang, lumpurnya itu kan banyak disana jadi teman-teman semua mengusulkan ke SatPol PP untuk berjualan lagi di jalan, dengan syarat tidak dijalan dan di pinggir trotoar. Kalau untuk saran saya, tidak muluk-muluk cukup gini aja yang penting bisa berjualan. Kalau bisa permanen ya di permanen kan, nanti kalau ada biaya y akita bayar, yang penting tempat jualannya permanen.“ (wawancara pada tanggal 4 Juni 2024).

            Dari pendapat Bapak Agus hasil dari Peraturan Daerah ini belum mencapai hasil yang maksimal. Di sisi lain hasil dari kebijakan Peraturan Daerah ini di perkuat juga oleh pendapat dari Ibu Tia sebagai narasumber pedagang kaki lima yang kedua mengatakan bahwa :

“Untuk targetnya masih belum maksimal mbak. Kalau untuk evaluasi proses penataan nya karena waktu di relokasi di depan SMAN 2 Sidoardjo disana itu tidak laku mbak, terus kalau hujan itu banjir, pengunjung yang masuk jadi tidak mau, kalau disini kan satu arah jadi pengunjung itu gampang, mau beli apapun motor langsung parkir jadi enak.” (wawancara pada 4 Juni 2024).

            Dari pendapat Ibu Tia juga dapat disimpulkan bahwa dari kebijakan Peraturan Daerah ini dinyatakan masih belum mencapai hasil yang maksimal. Dengan demikian pendapat ini dapat di perkuat oleh pendapat dari Bapak Hasan sebagai narasumber pedagang kaki lima yang terakhir mengatakan bahwa :

“belum mbak belum mencapai. kalo evaluasi ya semoga aja pemerintah bisa memberikan pendaan buat lahan, memberikan lahan parkir. kan kalo semua nya teratur, bersih, rapi pengunjungnya bisa jadi banyak terus perekonomian kita juga bisa terbantu.” (wawancara pada tanggal 4 Juni 2024).

            Dari ketiga narasumber yang berperan sebagai pedagang kaki lima menunjukkan bahwa semua narasumber mengatakan dalam kebijakan peraturan Daerah ini belum cukup mencapai hasil yang maksimal. Di satu sisi penting untuk mempertimbangkan dari sudut pandang Kakak Intan sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar yang mengatakan bahwa “Kalau saya amati, untuk kebijakan penataan PKL ini belum sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024). Di sisi lain Kakak Elisa sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar juga mengatakan bahwa “Cukup sesuai dan mungkin di usahakan lebih maksimal lagi untuk penertiban kedepan nya dan diberikan tempat yang lebih teratur, bersih dan fasilitas parker yang memadai.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024). Dengan memperkuat pendapat di atas, Kakak Adinda sebagai pengunjung PKL di Gading Fajar mengatakan bahwa “Belum sesuai mbak, karena kalau saya lihat masih banyak PKL yang berjualan di luar batas sehingga sering terjadi kemacetan.” (wawancara pada tanggal 6 Juni 2024).

            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 7 (lima) dari 8 (delapan) narasumber yang sudah di teliti menunjukkan dalam kebijakan Peraturan Daerah tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di wilayah Gading Fajar Sidoarjo belum cukup mencapai hasil yang optimal.

Komentar