Alat Alat Bukti Dalam Hukum Acara PERDATA – Alat Bukti SUMPAH


  Alat-alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata sebagaimana diatur dalam pasal 164 HIR/284 RBG, yaitu : surat-surat, saksi-saksi, pengakuan, sumpah, persangkaan hakim serta pemeriksaan setempat. Berdasarkan Undang-undang sumpah ada dua macam, yakni : sumpah yang diperintahkan oleh hakim dan sumpah yang dimohonkan oleh pihak lawan. Sumpah yang dimohonkan oleh pihak lawan diatur dalam pasal 1930-1939 KUHPerdata serta sumpah yang diperintahkan oleh hakim diatur dalam pasal 1940-1943 KUHPerdata. Sumpah dapat dijadikan sebagai alat bukti apabila para pihak tidak dapat mengajukan alat bukti lain dalam arti tidak alat bukti lain kecuali sumpah (vide pasa 155 HIR/pasal 182 ayat (1) RBG). Batas minimal sumpah sebagai alat bukti cukup satu kali bersumpah dengan nilai pembuktiannya sempurna, mengikat dan menentukan. Kecuali pihak lawan dapat membuktikan bahwa sumpah tersebut palsu/bohong. Sumpah sebagai alat bukti dibagi menjadi tiga macam, yaitu : sumpah decissoir (sumpah pemutus) yang bersifat menentukan, sumpah suppletoir (sumpah pelengkap), sumpah aestimatoir (sumpah penaksir).


1. Sumpah decissoir (sumpah pemutus) merupakan sumpah yang dilakukan oleh salah satu pihak atas dasar perintah dari pihak lawannya yang dapat menjadi titik tolak pemutusan sengketa. Sumpah decissoir diatur dalam pasal 156 HIR/183 RBG, pasal 1930 KUHPerdata. Pihak yang meminta lawannya mengucapkan sumpah disebut deferent sedangkan pihak yang bersumpah disebut delaat. Sumpah ini bersifat litis decissoir, artinya sumpah pemutus yang mengakhiri sengketa karena apabila salah satu pihak melakukan sumpah yang diperintahkan oleh pihak lawannya maka sengketa yang diperiksa hakim dianggap selesai dan diputuskan. Terhadap sumpah decissoir undang-undang memberikan suatu kekuatan pembuktian wajib tanpa memberikan kesempatan untuk melakukan perlawanan pembuktian (vide pasal 1936 KUHPerdata/ pasal 177 HIR). 

Sebagai konsekuensi dari ketentuan tersebut maka pihak yang menolak melakukan sumpah atas perintah pihak lawannya (sumpah pemutus) akan menerima kekalahan dalam perkara, hal ini dapat diambil kesimpulan berdasarkan ketentuan pasal 165 ayat (3) HIR dan pasal 1932 KUHPerdata. Konsekuensi dari sumpah decissoir adalah : kebenaran peristiwa yang diminta sumpah, menjadi pasti; pihak lawan tidak boleh membuktikan bahwa sumpah itu palsu (vide pasal 177 HIR/314 RBG); kekuatan pembuktiannya bersifat sempurna dan menentukan; pihak lawan harus dikalahkan tanpa ada kemungkinan untuk mengajukan alat bukti lain (vide pasal 155 HIR/183 RBG); sumpah decissoir dapat dikembalikan kepada pihak deferent (vide pasal 156 ayat (2) /183 ayat (2) HIR). Apabila permintaan deferent kemudian delaat bersedia bersumpah maka perkara diputus dan selesai, feferent dinyatakan kalah serta delaat dinyatakan menang. Namun jika delaat menolak untuk bersumpah maka deferent dinyatakan menang.

2. Sumpah suppletori merupakan sumpah yang diperintahkan oleh hakim salah satu pihak untuk melengkapi bukti terhadap peristiwa yang menjadi sengketa (vide pasal 155 HIR/182 ayat (1) RBG). Pihak lawan masih memungkinkan untuk mengajukan bukti untuk melemahkan sumpah tersebut. Setelah putusan yag didasaran pada sumpah sumpah suppletoir mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pihak yang dikalahkan dapat mengajukan upaya hukum reques civil (Peninjauan Kembali) setelah putusan pidana yang menyatakan supah suppletoit tersebut palsu (vide pasal 385 RV). Menurut ketentuan pasal 1943 KUHPerdata sumpah suppletoir tidak dapat dikembalikan kepada pihak lawan. Pihak yang dibebeani sumpah hanya dapat menolak atau menjalankannya.

Hakim dapat memerintahkan pihak untuk menjalankan sumpah suppletori apabila alat bukti yang diajukan belum mencapai batas minimal (vide pasal 182 ayat (1) RBG). Pihak yang lebih kuat bukti permulaannya baik penggugat untuk membuktikan dalil gugatannya maupun tergugat untuk mendukung dalil bantahannya. Hakim dapat meminta pihak yang dianggap perlu untuk bersumpah yang gunanya sebagai pelengkap. Hakim bersifat aktif, artinya sumpah tersebut bukan atas permintaan apra pihak naum atas perintah hakim. Contohnya, penggugat hanya mengajukan satu orang saksi, kemudian hakim memerintahkan sumpah suppletoir, sehingga nilai pembuktiannya sempurna. Apabila satu orang saksi saja tanpa didukung dengan sumpah maka berlaku kaidah unnus testis nullus testis. Kekuatan pembuktian sumpah suppletoir sama dengan sumpah decissoir yakni sempurna. 

3. Sumpah aestimatoir merupakan sumpah yang diperintahkan oleh hakim kepada penggugat untuk menentukan jumlah uang ganti rugi, biasanya mengenai jumlah uang yang meragukan. Sumpah tersebut diperintahkan, karena penggugat tidak memiliki bukti lain sehingga hakim dapat memerintahkan penggugat untuk bersumpah. Sumpah aestimatoir diatur dalam pasal 1940 KUHPerdata dan pasal 155 HIR, demikian pasal 1942 KUHPerdata sebelum diberikan beban sumpah aestimatoir penggugat harus dapat membuktikan telah memiliki hak atas ganti kerugian dari yang dituntut. 

Pelaksanaan sumpah aestimatoir berlaku ketentuan pasal 1944 dan 1945 KUHPerdata harus dilaksanakan di hadapan hakim dan pihak lawan, terkecuali terdapat halangan untuk itu. Kekuatan pembuktian sumpah aestimatori bersifat sempurna, mengikat dan menentukan namun masih bisa disangkal oleh pihak lawan dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa sumpah tersebut palsu (vide pasal 155 HIR/182 RBG).

Komentar